Mencela dan merendahkan pencapaian
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Tidak adanya apresiasi yang diterapkan dalam keluarga juga merupakan salah satu tanda dari keluarga broken home. Yang mana bukannya mendukung dan bangga dengan pencapaian salah satu anggota keluarga, tapi justru malah dicela dan direndahkan.
Benar-benar keluarga yang hancur karena berprilaku toxic, yang mana akibatnya dapat melukai mental dan menjadi trauma tersendiri bagi anak-anak. Bisa dibayangkan bahwa hidup dengan keluarga seperti ini benar-benar menyakitkan karena tak pernah dihargai dan didukung dalam hal apapun.
Tidak punya identitas diri yang kuat
Mental anak sangat lemah hingga ia sering bingung dengan dirinya sendiri. Ia merasa bahwa hidupnya berbeda dengan hidup orang lain.
Karena itulah, ia jadi lebih mudah untuk mengalami depresi, krisis identitas, merasa tak ada harganya, dan merasa di dunia ini tak ada orang yang menyayanginya.
Normalnya kekerasan dan perlakuan kasar pada satu sama lain
Jika di dalam sebuah keluarga dianggap normal dan biasa jika melakukan kekerasan maka itu juga ciri dari keluarga broken home. Yang mana meskipun mungkin kelihatannya utuh, tapi isinya benar-benat toxic dan hancur karena mewajarkan kekerasan.
Entah itu kekerasan orangtua pada anak, kakak pada adik, atau bahkan kebalikannya. Jiwa orang-orang di dalamnya sudah rusak karena tidak ada cinta dan sedikitpun keharmonisan di dalamnya.
Baca Juga: 5 Tips Memilih Asuransi Kesehatan untuk Keluarga, Jangan Asal Pilih
Perceraian dan perpecahan dalam keluarga
Ciri yang terakhir dan sangat umum dari keluarga broken home ialah adanya perceraian dan perpecahan di dalam keluarga. Yang mana hal ini merupakan gambaran paling umum dari sebuah keluarga yang hancur dan berantakan.
Orangtua bercerai dan anak harus memilih mau ikut dengan siapa, saudara yang memilih pergi jauh dengan merantau tanpa ada kabar setelahnya, atau jenis perpecahan lainnya. Miris rasanya jika memiliki keluarha yang terpecah seperti ini, tapi apa boleh buat karena setiap orang takdir keluarganya berbeda-beda.
Dari lima poin tadi dapat disimpulkan kalau ada banyak bentuk ketidak harmonisan yang membuat sebuah keluarga dinyatakan broken home. Tapi jika cepat disadari mungkin bisa diperbaiki pelan-pelan.
Baca Juga: 5 Cara Atasi Stres Akibat Sering Melihat Keluarga Bertengkar, Lepaskan
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Beberapa orang mengalami masa kecil hingga remaja yang tak membahagiakan karena tinggal di keluarga berantakan. Keluarga berantakan ini bagaikan racun yang harus “ditelan” oleh anak-anak.
Saat anak sudah dewasa, ia akan memiliki beberapa masalah psikologis. Beberapa masalah tersebut biasanya akan berdampak pada pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasangan, dan hubungan sosial pada umumnya.
Anak dari keluarga berantakan akan lebih posesif dalam pertemanan maupun dalam hubungan percintaan. Secara emosional anak lebih ‘haus kasih sayang’ dari anak lainnya.
Ia takut jika ia tidak ‘menahan’ orang-orang terdekatnya, maka mereka akan pergi seperti orangtuanya. Ia juga punya rasa cemburu berlebih pada orang lain yang berada di sekitarnya.
Seperti apa keluarga berantakan itu?
Berikut sikap orangtua yang membuat anak merasa ada dalam keluarga berantakan menurut penelitian dari Brown University:
Jika anak-anak Anda masih kecil, ada baiknya untuk menghindari sifat-sifat di atas. Jika dulunya Anda berasal dari keluarga berantakan, sekarang saat yang tepat untuk tidak mengulang siklus yang sama.
10 Cara Agar Anak tak jadi Pribadi yang Membenci Orangtuanya Sendiri
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
Takut menikah maupun menjalin hubungan dengan orang lain
Ide tentang berkeluarga bisa jadi momok tersendiri buat anak karena ia hidup bersama keluarga yang tak bahagia. Akibatnya, ia sendiri ragu bahwa ia akan bisa membentuk keluarga yang bahagia nantinya.
Interaksi sangat dingin dan kaku
Ciri lainnya dalam keluarga broken home ialah interaksi antara satu sama lain yang benar-benar kaku dan dingin. Yang mana sekeluarga tidak punya empati dan cinta untuk satu sama lain dan hanya menyandang status keluarga sebagai formalitas saja.
Untuk lebih detailnya, tidak ada percakapan berarti jika saling bertemu di rumah, Masing-masing sibuk sendiri dengan dunianya, tidak ada candaan, dan cuma berinteraksi seperlunya saja. Benar-benar dingin dan tidak ada kehangatan sedikit pun.
Sulit percaya pada orang lain
Penelitian dari Universitas Brown tentang ikatan anak dengan orangtuanya mengungkapkan fakta bahwa sering dibohongi oleh anggota keluarganya sendiri membuat anak sulit percaya pada orang lain. Sekalipun pasangannya adalah orang yang jujur, ia akan selalu merasa bahwa ia sedang dibohongi.
Perasaan sulit menaruh kepercayaan pada orang lain ini sering menyebabkan ia mudah frustasi. Ia pun jadi sosok yang sering berkecil hati ketika berurusan secara pribadi dengan orang lain.
Kurang bisa mengekspresikan perasaan
Kesulitan mengekspresikan perasaan biasanya dimulai dari orangtua yang suka melarang anaknya melakukan banyak hal. Akhirnya anak jadi sering menahan perasaannya agar dapat menjaga perasaan orang lain.
Padahal tindakan itu tidak perlu ia lakukan karena hanya akan membuat dirinya terkekang secara emosional.
Selalu takut dibohongi
Ia punya ketakutan yang berlebihan tentang kebohongan. Ia melihat bagaimana ayahnya memanipulasi sang bunda atau sebaliknya sehingga ia menganggap bahwa orang lain pasti melakukan hal yang sama.